Rabu, 23 Maret 2011

TEKNOLOGI PEMBUATAN BALOK SUSUN KAYU


TEKNOLOGI PEMBUATAN BALOK SUSUN KAYU KOMPOSIT BERUKURAN BESAR DARI BALOK-BALOK KAYU BERUKURAN PENDEK DAN KECIL




ABSTRACT


Ketersediaan log kayu besar sebagai bahan bangunan sangat menurun sekarang. Di sisi lain, ketersediaan log kayu kecil dan pendek berlimpah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menciptakan suatu teknologi untuk memproduksi besar-balok kayu menggunakan kayu log kecil yang dikombinasikan dengan pelat beton. Enam belas (16) spesimen balok berukuran 50 mm x 80 mm x 2000 mm yang digunakan dalam penelitian ini. Benda uji terdiri dari: (i) 3 non-senyawa-balok kayu utuh, (ii) 3 senyawa-balok kayu utuh (BUC), (iii) 3 non-senyawa beberapa kayu-balok (BS), (iv) 3 beberapa balok kayu diperkuat dengan 8 mm diameter baja (BSP), dan (v) 4 beberapa senyawa-balok kayu diperkuat dengan 8 mm diameter stell (BSCP). Dimensi pelat beton 25 mm x 250 mm. Baut dengan diameter 6 mm digunakan sebagai konektor dengan 20 mm kiri sebagai penghubung geser. Uji bias dilakukan dengan metode beban dikendalikan dengan menempatkan beban terkonsentrasi di tengah balok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas balok multiple meningkat secara signifikan setelah dikombinasikan dengan beton slab dan diperkuat dengan 8 mm diameter baja, yaitu 293% (dari 2.788 menjadi 10.966 N N). Bahkan kekakuan balok sangat meningkatkan sekitar 695% (dari 45,15 N / mm menjadi 358,2 N / mm). Selain itu, siklus hidup balok lebih banyak dipengaruhi oleh batas defleksi dari batas beban elastis. Hasil ini memberikan bukti bahwa secara teknis, besar terstruktur kayu-balok kayu bulat yang dihasilkan dari kecil memiliki kapasitas yang sama dan kinerja dibandingkan dengan balok utuh.




PENDAHULUAN


Permintaan kayu sebagai bahan konstruksi selalu meningkat dari tahun ke tahun, padahal kemampuan penyediaan volume kayu semakin menipis. Kayu kualitas baik (kelas kuat I/II) umumnya memiliki usia tebang sampai puluhan tahun (30 tahun lebih). Usia tebang yang lama, apalagi dengan areal penanaman yang semakin menyempit, menimbulkan masalah tersendiri bagi penyediaan kayu. Sekarang ini sudah sangat sulit diperoleh balok kayu dengan ukuran besar, padahal untuk mendukung konstruksi berat, seperti jembatan, seringkali memerlukan balok berukuran besar. Disisi lain, tersedia cukup melimpah balok dan batang kayu berukuran kecil dan pendek, baik dari potongan cabang pohon, limbah akibat kesalahan proses produksi, ataupun kayu bekas struktur yang sudah tidak dipakai. Umumnya balok dan batang kayu tersebut digunakan untuk keperluan non-struktural, atau bahkan hanya sebagai kayu bakar.
Sesuai dengan prinsip ekoefisiensi, perlu kiranya diupayakan suatu teknologi yang tepat sehingga balok-balok kayu limbah di atas dapat dimanfaatkan kembali (reuse). Hasil pemanfaatan haruslah tetap memenuhi standar dan spesifikasi teknis yang disyaratkan. Teknologi balok susun sangat tepat dipilih sebagai solusi bagi permasalahan di atas. Namun sudah diketahui, sebaik apapun balok susun dibuat, kekuatannya tidak dapat menyamai kekuatan balok tunggal non-susun, untuk dimensi yang sama tentunya. PKKI 1961 mensyaratkan, untuk menghitung momen inersia netto tampang (Inetto) dari balok susun harus dikenakan faktor reduksi. Sebagai contoh, balok susun persegi yang tersusun dari 2 bagian dengan alat sambung geser pasak kayu ataupun kokot, harus dikenakan reduksi 0,4 (Wiryomartono, 1976). Besarnya faktor reduksi tersebut mengindikasikan bahwa, teknologi balok susun yang dikenal selama ini terbukti kurang efektif dalam mendukung beban yang ada. Akhirnya, permasalahannya berkembang menjadi, bagaimana cara meningkatkan daya dukung balok susun..
Penelitian tentang teknik perkuatan lentur balok kayu telah dilakukan oleh Rochman (2003) yang menggunakan penguat dari bambu apus. Hasil penelitian membuktikan, bahwa pemasangan perkuatan bambu apus mampu meningkatkan daya dukung balok kayu sampai 55 %. Rochman (2006) meneliti hal serupa, namun terhadap balok susun, dan perkuatannya dari baja tulangan. Balok susun yang dipakai adalah balok susun tiga dengan ukuran 4x9x190 cm. Perkuatan dipasang dengan lintasan seperti tendon baja prategang dari balok beton pratekan, yang dipasang pada sisi kiri dan kanan dari balok kayu. Perlu diketahui, bahwa balok kayu susun yang digunakan dalam penelitian tersebut dibuat dengan memanfaatkan balok-balok kayu berukuran pendek dan kecil (rata-rata berukuran 3x4x60 cm.
Hasil penelitian menunjukkan, daya dukung balok susun meningkat 87 % setelah dipasang perkuatan baja. Nilai tersebut menjadikan daya dukung balok susun dapat hampir menyamai daya dukung balok utuh, meski tetap masih lebih rendah dari daya dukung balok utuh yaitu masih sekitar 85 % daya dukung balok utuh. Penelitian ini dimaksudkan untuk melanjut-kan penelitian sebelumnya, yaitu dengan mengkom-positkan balok susun dengan plat beton. Hal ini dilakukan mengingat dalam pemakaiannya, struktur balok umumnya dikombinasikan dengan plat lantai dari beton, baik itu untuk konstruksi balok lantai, ataupun gelagar jembatan.
Balok komposit adalah suatu balok yang terbuat dari dua jenis bahan (atau lebih) yang digabung dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat bekerja sebagai satu kesatuan dalam memikul beban. Pada penelitian ini, bahan-bahan yang dimaksud adalah balok kayu dan plat beton. Yang menjadikan balok kayu dan plat beton dapat dianggap menjadi satu kesatuan adalah akibat dipasangnya alat penyambung geser (shear connector) pada permukaan sentuh kedua bahan tersebut. Alat penyambung geser yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan memanfaatkan sisa panjang ke arah atas dari baut pelekat balok susun. Tujuan pembuatan balok komposit adalah untuk meningkatkan daya dukung balok dengan cara memaksimalkan kekuatan yang ada pada masing-masing bahan penyusunnya. Perbandingan perilaku dan daya dukung balok komposit dan yang non komposit ditunjukkan pada Gambar 1.
Pada penelitian ini, tinjauan dilakukan secara teoritis dan secara pengujian eksperimental. Hasil dari keduanya dibandingkan untuk melihat seberapa akurasi dari metode analisis yang digunakan. Jika teknologi ini terbukti efektif, maka per-masalahan keterbatasan ukuran batang kayu yang dikeluhkan selama ini akan dapat teratasi. Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat membuktikan bahwa secara teknis sangat memungkinkan dibuat suatu balok kayu susun berukuran besar untuk struktur berat dengan memanfaatkan balok-balok kayu dengan ukuran pendek dan yang lebih kecil.
Balok adalah elemen struktur yang memikul beban arah tegak lurus terhadap sumbu longitudinalnya. Balok susun adalah suatu balok yang tersusun dari dua atau lebih balok yang lebih kecil dengan cara penyusunan sedemikian rupa sehingga dapat bekerja secara bersama dalam memikul beban. Supaya antar balok penyusun dapat bekerja secara bersama, maka diperlukan alat penghubung geser, untuk balok kayu biasa digunakan alat sambung pasak kayu maupun cincin belah.

Salah satu cara meningkatkan kekuatan balok susun adalah dengan memberikan suatu tegangan awal sedemikian rupa sehingga sisi atas balok mengalami tegangan tarik dan sisi bawah balok mengalami tegangan tekan sebelum beban diberikan. Fungsi ini diharapkan dapat dipikul oleh baja tulangan. Dengan tegangan awal tertentu dan dengan lintasan sebagaimana pada balok beton prategang, maka sisi atas balok mengalami tegangan tarik dan serat di sisi bawah balok mengalami tegangan tekan, sebelum beban diberikan. Dengan demikian daya dukung balok susun dapat ditingkatkan dari daya dukung awalnya.
Gaya tarik baja tulangan yang memiliki eksentrisitas sebesar e terhadap garis netral elastis balok menyebabkan terjadinya momen negatif pada balok sebesar Pawal. e. Pada saat pemberian tegangan awal. tegangan pada sisi atas`plat beton dihitung sebagai berikut:


dengan,      
Acomp  : luas tampang komposit (mm2)
Icomp                       : momen inersia komposit (mm4)
        : faktor reduksi (0,80 – 0,90) (SNI 2002)
e          : eksentrisitas baja tulangan terhadap dan garis netral elastik balok (mm)
qbs       : berat sendiri balok (N/mm)
l           : bentang balok (mm)
LOP    : loss of prestress (N) ≈ diambil sebesar 40 %
Pawal                       : gaya tarik awal tendon (N).



METODE PENELITIAN

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu Mahoni, kayu Jati, dan baja tulangan diameter 8 mm. Untuk pengeklem tendon baja tulangan digunakan skrup dan baut diameter 8 mm juga. Kayu mahoni dan kayu jati yang digunakan dibeli di pasaran daerah Klaten, sebelum digunakan kayu diletakkan di ruangan tertutup selama beberapa waktu (kurang lebih 5 minggu) supaya diperoleh kondisi kering udara. Setelah itu baru dibuat benda uji dengan jumlah dan ukuran sesuai kebutuhan pengujian. Kayu jati digunakan sebagai pasak penghubung geser, karena kayu jati memiliki kekuatan lebih tinggi dibandingkan kayu mahoni.
Untuk mengetahui kekuatan bahan, dilaku-kan berbagai pengujian karakteristik bahan, yaitu meliputi: uji tarik, uji desak, uji geser dan uji lentur. Ukuran benda uji dibuat mengikuti standard ASTM (Tjokrodimuljo, 1988).  Balok susun dibuat ber-ukuran 50mmx80mmx2000 mm, pelat beton berukuran 25mmx250mm. Benda uji dibuat dengan jumlah 14 buah dengan rincian: (i) 3 balok uji kayu utuh (BU), (ii) 3 balok uji kayu utuh komposit plat beton (BUC), (iii) 4 balok uji kayu susun (BS), dan (iv) 4 balok uji kayu susun komposit plat beton dengan perkuatan baja tulangan 8 mm (BSCP) (lihat Gambar 2(a)).
Peralatan utama yang digunakan antara lain: (1) Dial gauge merk Peaccoak, dengan ketelitian dapat sampai 0,01 mm. Alat ini digunakan untuk mengukur lendutan. (2) Mesin UTS (Universal Test Machine), merk United, mesin uji dilengkapi dengan komputer yang dapat mencetak hasil berupa  diagram tegangan-regangan ataupun kurva hubungan beban-lendutan lewat ploter/printer.
Pemberian tegangan awal dilakukan dengan mengencangkan baut dari klem baja sampai lendutan pada bagian tengah balok uji kayu (yang diketahui dari pembacaan Dial Gauge) sampai pada nilai yang sudah dihitung sebelumnya. Untuk lebih jelasnya, cara pemberian tegangan awal dapat dilihat pada Gambar 3(b).
Pengujian dilakukan dengan satu titik pembebanan di tengah bentang. Pada sisi bawah tengah benda uji ditempatkan Dial Gauge untuk mengukur lendutan. Setelah semua instrumen yang dipasang sudah dipastikan bekerja dengan baik, maka hydraulic jack dipompa secara pelan-pelan sambil mengamati hasil bacaan beban pada load cell. Set-up pengujian selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 2(c). Dari pengujian karakteristik bahan, diperoleh berturut-turut: kuat-tarik elastis, kuat-tarik ultimit, kuat-desak elastis, kuat-desak ultimit, kuat-lentur elastis, kuat-lentur ultimit, baik untuk kayu mahoni maupun baja tulangan. Data-data tersebut digunakan dalam analisis berikutnya yaitu dengan menggunakan Persamaan (1) sampai (6) untuk mengetahui momen elastis balok, maupun tegangan pada serat-balok dan tendon baja tulangan.


HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1.      Pola retak dan keruntuhan benda uji
Secara umum, pelaksanaan pengujian lentur benda uji balok kayu tak menemui masalah dan berjalan sesuai yang direncanakan. Dengan pembebanan secara manual, respon yang diberikan benda uji balok kayu dapat teramati dengan baik. Pada balok kayu utuh maupun pada balok kayu susun, keruntuhan dimulai dengan timbulnya retak-retak pada balok di tepi bawah, retak tersebut secara perlahan merambat ke tengah dengan kemiringan tertentu sesuai dengan arah serat pada bagian tersebut. Bersamaan dengan perambatan retak tersebut, muncul retak halus pada plat beton di posisi tengah bentang yang memanjang dengan arah melintang balok (lihat Gambar 3). Setelah lendutan yang terjadi cukup besar, daya dukung balok akan turun secara drastis. Proses keruntuhannya disertai dengan suara semacam ledakan kecil. Begitu runtuh, daya dukung balok uji langsung hilang.
Dari pengamatan juga diperoleh, bahwa ukuran pasak kayu jati yang dipakai cukup memadai dan mampu menahan gaya geser yang ada. Hal ini terlihat dengan tidak-adanya satupun pasak yang rusak, baik karena geseran, desakan, maupun tarikan. Jumlah dan kekuatan baut pelekat yang terpasang juga mencukupi. Hal ini terlihat dengan tetap melekatnya antara kompunen-kompunen penyusun balok pelekat dalam arah vertikal. Meski pembebanan sampai balok uji runtuh, maka tidak dijumpai sesar secara arah vertikal. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa desain balok uji telah memenuhi persyaratan teknis untuk pengujian.

2.      Hubungan beban dan lendutan
Kurva hubungan beban dan lendutan dari pengujian masing-masing balok kayu uji ditunjukkan pada Gambar 4. Dari Gambar 4 dapat diketahui seberapa besar kinerja balok kayu uji. Untuk mempermudah analisis, Gambar 4 disajikan dalam bentuk Tabel 1.Dari Tabel  1 terlihat, bahwa daya dukung balok susun hanya sekitar 37 % dari daya dukung  balok utuh. Daya dukung tersebut meningkat 160 % setelah diberi perkuatan baja tulangan diameter 8 mm. Nilai ini sudah hampir menyamai daya dukung balok utuh, yakni sudah sekitar 96,3 %-nya. Setelah dikompositkan dengan pelat beton, daya dukung balok susun meningkat sebesar 27 % sehingga menjadi 145 % daya dukung balok utuh, dan 119 % daya dukung balok utuh komposit.
Dari Tabel 1 juga diperoleh, bahwa perkuatan baja tulangan memberikan kontribusi lebih besar bagi peningkatan daya dukung balok susun, (yaitu 160 %) dibanding yang diberikan oleh aksi komposit plat beton (yaitu 133 %). Hasil ini membuktikan, bahwa perkuatan baja tulangan dan aksi kompost plat beton berfungsi dengan baik dalam meningkatkan daya dukung balok susun.

3.      Analisis beban maksimum dan kekakuan

Dari kurva hubungan beban-lendutan pada Gambar 4 terlihat bahwa pada awal-awal pembebanan kurva berbentuk linier dan material kayu masih berperilaku elastik. Setelah mencapai nilai beban tertentu, bentuk kurva sudah nonlinier yang mana berarti kayu sudah memasuki fase in-elastis. Keadaan ultimit dicapai pada saat pembebanan mencapai beban maksimum yang ditandai dengan terjadinya lendutan cukup besar pada balok kayu. Besarnya kemiringan pada bagian yang linier pada keseluruhan kurva tersebut tidak lain adalah menggambarkan kekakuan balok uji. Kekakuan didefinisikan sebagai besarnya gaya yang diperlukan untuk memperoleh satu unit lendutan (displacement), semakin kaku balok uji maka semakin besar kemiringannya. Dalam bentuk persamaan, kekakuan (k) dihitung sebagai berikut:

                                            
dengan 
k   : kekakuan, N/mm
            Pe  : beban batas elastis, N
            De : lendutan batas elastis, mm
Nilai beban maksimum dan kekakuan dari masing-masing balok kayu uji ditunjukkan pada Tabel 1. Dari Tabel 1 terlihat bahwa, kekakuan balok susun dua hanya sekitar 27,8 %, dari kekakuan balok utuh. Kekakuan ini meningkat 198 % setelah diberi perkuatan baja tulangan diameter 8 mm, meski nilai ini masih tetap lebih rendah dibanding kekakuan balok utuh, yakni masih sekitar 82,8 %-nya. Namun kekakuan. Setelah dikompositkan dengan pelat beton, kekakuan balok susun meningkat fantastis, yaitu sampai 166 % sehingga menjadi 220,3 % kekakuan balok utuh, dan 177 % kekakuan balok utuh komposit.
Dari Tabel 1 juga diperoleh, bahwa aksi komposit plat beton memberikan kontribusi lebih besar bagi peningkatan daya dukung balok susun, (yaitu 494 %) dibanding yang diberikan oleh perkuatan baja tulangan (yaitu 198 %). Hasil ini membuktikan, bahwa aksi komposit plat beton berfungsi sangat baik dalam meningkatkan kekakuan balok susun, dan menjadikan balok susun kayu menjadi lebih kompak.
Dari Tabel 1 juga terlihat bahwa, lendutan maksimum balok uji meningkat setelah diberi perkuatan baja tulangan 8 mm. Hal yang sama juga terjadi setelah balok uji dikompositkan dengan plat beton. Ini dapat dilihat baik pada balok kayu utuh maupun balok kayu susun. Namun peningkatan lendutan maksimum ini tidaklah sebesar peningkatan daya dukung maupun kekakuan. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa perkuatan baja tulangan dan aksi komposit plat beton tetaplah memberikan peningkatan daktilitas pada balok uji, meski tidak cukup signifikan.
Jenis balok
Kode benda uji
Pmaks,
N
∆Pelastis
N
Delastis
mm
Dultimit
mm
Kekakuan
N/mm


Balok utuh
BU1
7520
1000
5,97
73,84
167,5
BU2
7430
1000
6,19
70,99
161,5
BU3
7700
1000
6,29
74,06
158,9
Rata-rata
7550 (1,000)
1000
6,15
72,96 (1,000)
162,6 (1,000)

Balok Utuh
 Komposit
BUC1
5950*
1000
4,86
47,86*
205,8
BUC2
9050
1000
4,45
82,50
224,7
BUC3
9280
1000
5,74
87,60
174,2
Rata-rata
9165 (1,214)
1000
5,02
85,05 (1,165)
201,5 (1,238)


Balok susun
BS1
2710
750
20,55
66,20
36,5
BS2
2925
750
9,09*
35,40*
82,5*
BS3
2700
750
13,93
73,20
53,8
Rata-rata
2788 (0,370)
750
17,24
69,7 (0,956)
45,15 (0,278)

Balok susun
perkuatan
BSP1
7230
1000
8,06
80,00
124,1
BSP2
7160
1000
7,65
71,00
130,7
BSP3
7430
1000
6,70
90,00
149,3
Rata-rata
7273 (0,963)
1000
7,47
80,3 (1,102)
134,7 (0,828)

Balok susun
Komposit perkuatan
BSCP1
10760
1000
2,15
77,30
465,1
BSCP2
10800
1000
4,25
77,30
235,3
BSCP3
11340
1000
2,52
70,40
396,8
BSCP4
7500*
1000
2,98
90,00
335,6

Rata-rata
10966 (1,452)
1000
2,98
78,80 (1,081)
358,20 (2,203)

4.      Momen inersia relatif penampang
Untuk mendapatkan besarnya momen inersia relatif pada masing-masing balok uji terhadap balok utuh, dilakukan hitungan dengan urutan sebagai berikut: (i) dari pengujian balok uji kayu utuh, maka dapat dihitung nilai modulus elastis lentur (E) balok kayu dengan menggunakan bentuk lain dari persamaan lendutan akibat pembebanan satu titik ditengah bentang, yaitu


(ii) kemudian nilai modulus elastis rerata yang diperoleh dari hitungan persamaan (8) digunakan untuk menghitung momen inersia masing-masing penampang balok uji dengan persamaan berikut:


(iii) rasio momen inersia relatif penampang diperoleh dari perbandingan antara momen inersia netto dengan momen inersia penampang utuh. Hitungan selengkapnya, disajikan dalam Tabel 2 di bawah.
Dari Tabel 2 terlihat, bahwa momen inersia penampang balok kayu susun yang disusub dengan pola seperti pada penelitian ini hanya 0,302 dibanding balok utuh. Nilai ini cukup jauh dengan angka yang diberikan dari PKKI 1961 untuk balok susun dua, yaitu sekitar 0,6. Hal ini dikarenakan angka pada PKKI 1961 diambil atas asumsi, bahwa batang di sisi atas dari batang susun merupakan batang menerus, sedang pada penelitian ini batangnya adalah terputus-putus dan batang di sisi bawahpun juga merupakan sambungan.
Sedang pada balok utuh komposit, diperoleh nilai sebesar 0,283. Hasil ini sangat jauh dari ketentuan SNI 2002 yang mengambil faktor reduksi sebesar 0,80. Namun apapun hasilnya, jelas terlihat teknologi balok susun yang dikenal selama ini memang terbukti tidak cukup efektif dalam mentransverkan gaya-gaya yang ada.

5.      Analisis kondisi layan
Dalam praktek keseharian, jarang sekali suatu struktur kayu digunakan diman tahap kekuatan-nya sampai mencapai tahap inelastis, atau bahkan kekuatan ultimitnya. Umumnya, dalam kegunaan keseharian, kekuatan struktur (terlebih kayu) dibatasi hanya sampai pada kekuatan elastisnya, atau sampai pada batas defleksi izinnya. Untuk itu, pembahasan pada penelitian ini juga hanya dilakukan pada kedua kondisi tersebut, yaitu kondisi elastis dan kondisi beban izin. Analisis dilakukan secara teoritis dan eks-perimental.
Beban batas elastis hasil pengujian diperoleh dari nilai beban maksimum hasil pengujian dibagi dengan faktor aman 3. Angka tersebut diambil lebih konservatif dari PKKI NI-5-2002, yaitu sebesar 2,74. Analisis teoritis diperoleh dengan menggunakan Persamaan (3) dan Persamaan (4) dengan tegangan desak beton dibatasi σc ≤ f’c/3, dan σw ≤ fw/2,74.
Beban batas defleksi izin hasil pengujian didapatkan dari kurva hubungan beban-lendutan hasil pengujian, yaitu pada ordinat yang menunjukkan lendutan sebesar L/300. Sedang analisis teoritis diperoleh dengan menggunakan Persamaan (6) dengan tegangan desak beton dibatasi σc ≤ f’c/2, dan σw ≤ 0,60.fw, Perbandingan analisis teoritis dan hasil pengujian pada batas elastis dan batas defleksi izin disajikan pada Tabel 3.
            Dari Tabel 3 terlihat, bahwa perbandingan analisis teoritis dan hasil pengujian nilainya cukup bervariasi. Ada yang selisih jauh, namun juga ada yang cukup dekat. Hal ini dapat dipahami mengingat begitu kompleknya permasalahan yang dijumpai dalam pengujian kayu, seperti sulitnya diperoleh homogenitas kekuatan dalan suatu tampang akibat kemiringan serat, perbedaan usia kayu, dan lain sebagainya. Meski demikian, secara umum dapat dikatakan, bahwa metode analisis yang digunakan sudah cukup akurat menggambarkan permasalahan yang ada.
Dari Tabel 3 juga terlihat, bahwa pada semua jenis balok uji, kondisi batas defleksi izin balok tercapai lebih dahulu sebelum kondisi batas elastis. Dari hasil ini dapat disimpulkan, bahwa desain layan struktur ditentukan oleh defleksi izin. Beban izin rencana (qrencana) ditentukan dengan Persamaan (6) dengan mengambil batas lendutan L/300 sampai L/400.
 
6.      Penentuan beban izin rencana (qizin)
Dari Tabel 3 terlihat, bahwa beban pada kondisi lendutan izin lebih kecil dibanding beban pada kondisi batas elastis. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa beban izin rencana (qizin) pada semua jenis balok uji ditentukan oleh kondisi lendutan izin. Kondisi lendutan izin merupakan faktor penentu bagi performa layan pada semua balok uji.
Berdasar hasil di atas, maka diusulkan suatu rumus analitis sebagai pedoman penentuan beban izin. Rumus usulan ini didasarkan atas rumus yang sudah ada pada, hanya ada tambahan dengan faktor koefisien pada Ieff.

Koefisien tersebut diberikan untuk memperhitungkan pengaruh pemasangan baja perkuatan terhadap kekakuan balok, dalam hal ini diasumsikan sebagai penambahan momen inersia effektif penampang balok. Rumus usulan tersebut adalah sebagai berikut:

dengan Ieff = k.Ibruto
Untuk balok utuh,                                  k = 1,00
Untuk balok susun,                                k = 0,30
Untuk balok utuh komposit,                    k = 0,30
Untuk balok utuh komposit,                    k = 0,40
(dengan perkuatan),
Untuk balok susun komposit,                  k = 0,40
(dengan perkuatan),









KESIMPULAN
Dari analisis dan pembahasan hasil pengujian yang telah diuraikan sebelumnya dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1). Dari analisis lendutan diperoleh, momen inersia netto penampang model balok uji kayu susun rata-rata hanya sekitar 0,302 dan untuk model balok uji kayu utuh komposit hanya sekitar 0,283.
2). Daya dukung balok susun meningkat 293 % setelah dikompositkan dengan plat beton dan setelah diberi perkuatan baja tulangan diameter 8 mm. Perkuatan baja tulangan memberikan kontribusi peningkatan sebesar 160 %, sementara aksi komposit plat beton sebesar 133 %.
3). Kekakuan balok susun meningkat 695 % setelah dikompositkan dengan plat beton dan setelah diberi perkuatan baja tulangan diameter 8 mm. Aksi komposit plat beton memberikan kontribusi sebesar 494 %, sementara yang diberikan perkuatan baja tulangan sebesar 198 %.
4). Lendutan maksimum balok susun meningkat setelah dikompositkan dengan plat beton, dan diberi perkuatan baja tulangan 8 mm. Dengan demikian, perkuatan baja tulangan dan aksi komposit plat beton tetap memberikan peningkatan daktilitas pada balok susun, meski tidak cukup signifikan.
5). Pada semua jenis balok uji, kondisi batas defleksi izin balok tercapai lebih dahulu sebelum kondisi batas elastis. Dari hasil ini dapat disimpulkan, bahwa desain layan struktur ditentukan oleh defleksi izin.
(6). Dari keseluruhan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa, secara teoritis maupun teknis dapat dibuktikan bahwa sangat mungkin dibuat balok kayu berukuran besar yang disusun dari balok-balok kayu berukuran pendek dan lebih kecil yang memiliki daya dukung dan performa mendekati balok penampang utuh




DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1961, Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia, Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan, Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik, Bandung.
SNI NI-05, 2002, Tata cara perencanaan konstruksi kayu Indonesia, Panitia Teknik Kontruksi dan Bangunan, Departemen Pekerjaan Umum, Bandung.
Rochman, A., 2003, Analisis Kekuatan Balok Pratekan Kayu dan Bambu (tinjauan teoritis dan eksperimental), Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Rochman, A., 2006, Rekayasa Pembuatan Balok Kayu Struktural Berukuran Besar Dari Balok-balok Kayu Berukuran Kecil Dengan Perkuatan Tendon Bambu dan Baja Tulangan, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Tjokrodimuljo, K., 1988, Pengujian Bahan Teknik, Laboratorium Bahan Konstruksi Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Wiryomartono, S., 1976, Konstruksi Kayu, Laboratorium Konstruksi Kayu, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar